Tahun 2020, pemerintah bahkan sudah menargetkan pengentasan kawasan kumuh di enam titik. Luasnya mencapai 294,28 hektar.
Enam kawasan kumuh yang disasar masing-masing berada di wilayah Kecamatan Mariso, Kecamatan Wajo, Pelabuhan Baru, Bantaran Kanal Jongaya, Bantaran Kanal Pannampu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang.
Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Kota Makassar, Imbang Muryanto, menyampaikan pengentasan kawasan kumuh di Makassar sudah dimulai sejak 2014 lalu. Berdasarkan SK wali kota, luas lahan kawasan kumuh mencapai 740,10 hektar. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah wilayah kumuh berkurang hingga 50%.
Imbang menyebutkan belum ada program pengentasan kawasan kumuh dalam satu titik dilakukan secara terpadu. Untuk itu, dia berharap penanganan kawasan kumuh bisa berjalan secara efektif sehingga luas wilayah kumuh bisa tercapai 0%.
“Misalnya di Kelurahan Lette, ada berbagai macam kegiatan yang dikeroyok seperti jalan lingkungan, drainase, air bersih, sanitasi, damkar, itu fisik. Sementara dilain sisi ada yang fokus pada sosial dan ekonomi,” kata Imbang.
Sementara itu, Satuan Kerja Pembangunan Infrastruktur Permukiman, Fuad Aziz, mengatakan pengentasan kawasan kumuh di Kota Makassar menunjukkan progres yang signifikan.
Kata dia, berdasarkan SK Wali Kota Makassar, tahun 2014 lalu, dari 740,10 hektar kawasan kumuh kini hanya tersisa 368 hektar, atau berkurang sekitar 372,10 hektar sesuai dengan hasil revisi SK Wali Kota Makassar pada tahun 2018 lalu.
“Alhamdulillah, pengentasan kawasan di Makassar berkurang. Dari 740,10 hektar kawasan kumuh yang ada, sekarang sudah menjadi 368 hektar. Artinya, progres positif pengurangan kawasan kumuh di Makassar,” kata Fuad.
Pihaknya mendata ada 103 kawasan kumuh yang terdeteksi, 36 kawasan dengan kondisi kumuh berat, 50 kumuh sedang dan 17 kumuh ringan. Meski demikian, masih ada sekitar 51 kawasan yang tidak terdeteksi, namun tetap menjadi perhatian pemerintah.
Dari data yang ada, kawasan kumuh dengan kondisi berat itu masih di dominasi oleh wilayah pesisir seperti Kecamatan Tallo, Mariso, Ujung Tanah. Tapi sudah mengalami perubahan berkat adanya program restorasi lorong dari pemerintah kota.
Kata dia, pengurangan ini bisa terwujud lantaran didukung oleh beberapa program pengentasan kawasan kumuh. Seperti, revitalising informal settlements and their environments (RISE).
Anggaran APBD, neighborhood upgrading and shelter project phase-2 (NUSP2), kota tanpa kumuh (kotaku), hingga slum improvment settlement human alleviation (SISHA).
Terlebih lagi saat ini pengentasan kawasan kumuh juga didukung dengan berbagai program pemerintah kota. Salah satunya adalah perbaikan sanitasi disetiap kelurahan. “0% kawasan kumuh mungkin tidak bisa kita lakukan, tapi setidaknya meminimalisir kawasan kumuh itu yang terus kita lakukan,” bebernya.