Ester (36), satu karyawan swasta perkantoran di Jalan Kalimalang justru selama ini menganggap beton yang berada di tengah jalan merupakan separator atau median jalan.
Padahal setiap harinya Ester menapaki beton yang dibangun secara terputus di sepanjang Jalan Kalimalang wilayah Kecamatan Duren Sawit.
“Emang ini trotoar ya? Saya selama ini mengiranya justru separator ya, habis lokasinya di tengah jalan. Dibangunnya juga terputus, enggak kelihatan seperti trotoar,” kata Ester di Duren Sawit, Jakarta Timur, Minggu (15/9/2019).
Sebagai pengguna transportasi umum, dia mengaku setiap harinya menapaki beton yang disebut trotoar untuk menunggu angkot M 19 Cililitan-Kranji.
Pasalnya sopir angkot M 19 cenderung ogah melintas di lajur kiri yang dipisahkan beton, pun lebar lajur jalannya muat dilewati mobil.
“Sopir angkot mana mau lewat yang kiri, paling kalau lagi macet parah saja baru lewat kiri. Lajur kiri mah biasanya buat parkir sama orang bawa motor lawan arah,” ujarnya.
Citra (28), karyawan swasta satu perkantoran di Kalimalang lainnya juga mengaku heran bila beton yang terletak di tengah Jalan Kalimalang disebut trotoar.
Selama ini dia menganggap beton tersebut sebagai separator bagi kendaraan yang bermasalah sehingga harus menepi di lajur kiri.
“Saya baru tahu kalau ini trotoar, habis enggak kelihatan seperti trotoar. Trotoar sekarang kan biasanya ada guiding block, nah ini enggak ada. Bentuknya juga jelek,” tutur Citra.
Pantauan TribunJakarta.com di lokasi, selain trotoar yang letaknya tak lazim, deretan barrier beton ikut bercokol di sejumlah titik Jalan Kalimalang.
Terpisah, Kasudin Jakarta Timur Mohamad Soleh mengatakan kalau dari bentuk deretan beton tersebut seharusnya merupakan trotoar.
“Kalau dilihat dari bentuknya itu trotoar,” kata Eman.