Kasus pungutan liar pengurusan jenazah korban tsunami Selat Sunda disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Provinsi Banten. Dalam sidang lanjutan yang digelar Senin (29/7/2019) dihadirkan dua saksi dari pihak Rumah Sakit Drajat Prawiranegara (RSDP) Serang. Saksi pertama yang dihadirkan adalah Kepala Ruang Forensik, Amran.
Di arena persidangan yang diketuai oleh hakim ketua M Ramdes, Amran mengakui jika ada pungutan uang terhadap keluarga korban. “Sepengetahuan saya (ada pungutan). Yang jelas pertama saudara Fathullah (terdakwa) karena instruksi agar dibantu atas persetujuan keluarga. Saya enggak macem-macem, saya yakin aja,” kata Amran, di PN Serang, Senin.
Uang yang terkumpul, berdasarkan saksi yang dihadirkan sebelumnya, Mulyadi PNS di RSDP Serang, berjumlah Rp 46 juta.
Menurut versi Amran, uang tersebut kemudian dibagikan ke sejumlah orang, di antaranya adalah terdakwa TB Fathullah dan anggota yang bertugas di ruangan forensik lainnya. Amran mengaku tidak tahu jika ada aturan yang melarang memungut bayaran korban bencana. Padahal aturan tersebut sudah dibuat enam tahun lalu, di mana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 46 tahun 2013 yang menyatakan bahwa penanaganan medis korban bencana alam ditanggung pemda setempat.
“Tidak tahu. Benar yang mulia kami tidak tahu, kalau forensik tidak tahu, saya berani bertanggungjawab omongan saya,” kata dia. Amran yang menjabat sebagai Kepala Ruangan Forensik sejak 2010 itu mengatakan, pungutan tidak dilakukan terhadap seluruh jenazah yang ditangani di RSDP, hanya kepada pihak keluarga yang meminta pelayanan maksimal saja. Pelayanan maksimal yang dimaksud Amran adalah dilakukannya pemulasaraan, pemberian formalin dan memandikan jenazah.
Penanganan maksimal tersebut, kata Amran, adalah permintaan dari pihak keluarga. Amran mengatakan tidak tahu ada aturan larangan pungutan terhadap korban bencana lantaran tidak ada pemberitahuan baik dari pihak rumah sakit maupun pemerintah setempat.
Dia baru mengetahui hal tersebut saat diperiksa oleh penyidik Polda Banten pada 29 Desember 2018. Sementara saksi kedua yang dihadirkan adalah dr. Budi selaku Kepala Instalasi Forensik RSDP. Serupa dengan Amran, Budi juga mengetahui adanya pungutan penanganan tersebut dan memerintahkan kepada Amran, selaku bawahannya supaya uang disetorkan ke rumah rumah sakit untuk penanganan korban bencana.
“Saya sampaikan untuk tidak melakukan itu, selanjutnya saya minta untuk diserahkan ke RS,” kata dia.
Tetapkan 3 tersangka Diketahui, pada akhir Desember 2018 lalu, Polda Banten menetapkan 3 tersangka kasus dugaan pungutan liar pengambilan jenazah korban tsunami Selat Sunda yang dilakukan oleh oknum di Rumah Sakit dr. Drajat Prawiranegara (RSDP), Kabupaten Serang. Sementara dua tersangka lainnya I dan B merupakan karyawan CV Nauval Zaidan yang bekerja sama dengan pihak rumah sakit untuk pengadaan mobil jenazah.